ini, biar hangat...
apapun yang kamu rasa dingin; hujankah di sana? di sini iya. deras, hehehe.
ya, tidak banyak memang, malah agaknya sedikit ya? maafkan bila kamu keberatan akan hal itu, namun inilah sedikit yang bisa kubagi, kuberi, kurelakan...
belum berani untuk memberikan banyak, bukan karena tidak yakin , hanya saja entahlah... bukan karena tidak mampu memberi yang banyak, hanya saja entahlah... entahlah, entahlah, entahlah,... ya itu saja terus. cukuplah. perlukah juga alasan untuk itu, untuk memberikanmu sedikit? aku juga apakah membutuhkan alasan darimu yang membagi aku?
jika ya, maka apakah kita? jika tidak, maka itulah kita.
*
semakin deras di sini, sayang. angin juga semakin kencang... bagaimana di sana?
ohya, petir juga semakin sering berpijar, mengejutkanku, seperti kamu yang selalu seperti itu.
*
ini, biar kamu, ah maaf, biar kita hangat. hangat ini untukku juga. semakin dingin di sini namun tetaplah sedikit. bukan, bukan karena kurang banyak, tapi karena memang sudah cukup, sudah pas, sudah proporsional, sudah...lah.
*
mereda sudah di sini tapi siapa yang tahu bahwa badai akan datang lagi?? badai yang lebih ribut, lebih kencang, lebih merusak, lebih menyakiti, lebih menghilangkan. namun selama badai itu belum datang, mari nikmati dingin yang ini.
yaaah, tidak semereda itu juga sih, masih ada titik-titik yang jatuh dari langit.
*
ada yang baik dari hujan ini : menghidupkan. yaa, lihat saja daun-daun yang basah itu kini tersenyum, tengok katak-katak di sana berloncatan, dan dua anak manusia berkejaran.
indah sekali melihat itu, melihat semua hidup; menghidupkan yang kering, menghidupkan yang diam. demikiankah di sana karena di sini begini: semakin mengakar dan bertumbuh, semakin dalam sekaligus meninggi, bercabang-cabang, berbunga-bunga, berbuah-buah, itu saja dulu karena belum saatnya mati dan membusuk. belum. ya, masih saatnya untuk harapan.
*
hujan melebat lagi. sudah berteduhkan kamu di sana?
aku masih di sini, belum beranjak dari tempat tadi.
lalu-lalang orang dari tadi, beberapa ada yang duduk di sebelahku, entah sekedar membunuh waktu atau ada juga yang sama-sama menunggu. lalu pergi lagi, hujan-hujanan. apa yang mereka cari dari hujan-hujanan ya? mereka butuh dingin? mereka ingin hidup? atau mereka mencari kamu, seperti aku?
haha, memangnya aku mencarimu?? aku sudah menemukanmu, sayang... dan kini aku menantimu, ya, di sini, di tengah derasnya air ini di tempat yang, entahkah akupun tidak tahu: baikkah untukku, amankah untukku, atau nyamankah aku di sini.
hmm... nyaman ya? memori ini terbang sendiri akibat kepakan sayap darimu yang dengan lembutnya mengajakku lepas landas dan mendarat.
memori tentang pengawasan sejelas elang pada kelicinya. tak pernah kau lepaskan aku dari sorotmu baik saat terangku juga gelapku. tak peduli bahwa aku berbayang atau tidak, aku yang ada di matamu. mata penuh kejailan namun sayang selalu takluk saat mata itu dan mata ini beradu, akuilah itu, hehehe..
dan aku, kelinci itu, yang berusaha lari dari sorot tajam itu. jelas, kelinci mana yang dengan penuh kerelaan dan suka cita membiarkan burung perkasa itu menyandera hidupnya? tidak satupun. begitu juga kau.
baiknya adalah bahwa sorot mataku pun tidak pernah terlepas darimu, dari pengawasanmu. ya tentu aku harus jeli melihat gagahnya terbangmu yang sewaktu-waktu menukik ke daratan dan habislah aku. aku memperhatikanmu, sayang. aku tau kapan saat kamu menukik pun tau saat untuk mengangkasa lagi. aku juga perhatikan sekitarku untuk menghindarimu; segala halang rintang harus ku tempuh untuk menghindarimu, segala halang rintang harus kutempuh agar aku selamat. elang dan kelinci, hahaha, entah kenapa tiba-tiba aku pikir dua hewan itu. kamu, elang, yang perkasa, ditakuti, disegani, angkuh, pemberani sekaligus nekad, ya itu kamu. aku, kelinci, yang lembut, lemah, disayangi sekaligus diburu. kamu mengawasi aku, aku memperhatikan kamu. lalu bagaimana akhir dari pengawasan itu? entahlah, toh pengawasan itu juga belum berakhir kan? untuk selalu diawasi dan memperhatikan, janganlah berakhir.
ini saatmu untuk mengangkasa, terbanglah, penguasa langit. karena kamu tidak mampu lama berjalan di darat dan menjadi penguasa daratan. semua telah ditunjuk untuk menjadi bagian dari sesuatu. kamu di udara dan aku di daratan. berbeda. itulah indahnya. aku mungkin saja menahanmu di daratan dan kamu mungkin saja mengajakku untuk mengudara, terlepas dari konsekuensi yang akan menyakiti satu pihak bahkan dua pihak. ya, kita indah.
( bersambung yaaa, hehehe... :) )
"goresan pena yang indah, ekpresif, dan imajinatif"
BalasHapus(Amirul I.H - Pengamat Sastra)