Senin, 03 November 2014

beberapa patah


Malam kemarin aku terlelap.
Lelap yang damai sekali.
Sekali-kalinya dalam kurun waktu satu minggu.
Minggu yang panjang dan menyita.
Menyita hati menguras hari.
Hari yang akhirnya tidak pernah bisa kita tebak.
Tebak-tebakan apakah akan senang atau sedih atau di antaranya.
Di antara itu ternyata ada haru.
Haru seperti hari kemarin.
Kemarin kamu menemaniku.
Menemani sebagai teman setia.
Setia bukan berarti selalu ada setiap waktu.
Waktu itu, kamu pernah tidak ada.
Adamu, mengadakanku selalu.
Selalu seperti itulah setia, buatku.
Buatku, kamu yang menemani hari terlalu menyemarakkan putaran roda.
Roda kehidupan yang menggulirkan makna.
Makna seremeh serpihan rangginang hingga sedalam dasar bumi tak terhingga.
Tak hingga yang bisa terhitung.
Kuhitung dengan turus, berapa kali saja kamu menghadirkan makna nyata.
Senyata turus yang sudah beratus ribu, kutulis di dinding.
Dinding ruang kamarku, juga dinding hati mengutip katamu.
Kata-kata yang terus bergema dan bergaung.
Mengaung keras dan jelas saling beradu meminta tempat di singgasana hati.
Hati yang kini terpaksa semakin meluaskan diri, biar leluasa.
Leluasa menemukanku, leluasa menemukan pantulanmu.
Pantulan yang tidak banyak berkata tapi bicara banyak.
Banyak kesamaan, ada juga perbedaan.
Perbedaan yang menjadikan indah lewat pembelajaran.
Belajar berkarya, belajar berseni.
Seniman dan orang gila katanya sebelas dua belas.
Belas kasih menyertai perjalanan hari kemarin dan hari sebelum kemarin, juga hari setelah kemarin.
Kemarin malam aku tidur dengan nyenyaknya.
Nyenyak karena berhasil melepas rindu pada tempatnya.
Tempat tersampaikan yang memang mesti disampaikan.
Sampai juga rindu itu di hatimu.
Hati yang juga membutuhkan renovasi besar-besaran.
Besarannya entah berapa sebab cinta yang mau masuk lagi-lagi tak hingga.
Hingga kamu tak sempat menyadari bahwa perombakan ruang itu terjadi dalam tempo singkat.
Sesingkat kisah kita yang bertabrakan.
Tabrakan yang menyenangkan, meski pasti ada juga rasa sakit.
Sakit atau tidak itu perihal menyikapi.
Sikap yang dewasa, persis cinta dalam catatan seorang pesohor, cinta tanda kedewasaan.
Mendewasa bersamamu, kadang memanjakanku untuk menjadi kanak-kanak.
Anak-anak yang lepas berlarian bebas.
Bebas menjadi diri sendiri.
Sendiri bersamamu.
Bersamamu seperti malam kemarin.
Kemarin, setengah malam yang penuh.
Penuh rasa syukur selalu.
Selalu, untuk selamanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar