Selasa, 27 April 2010

anak kucing

Anak kucing itu kemudian menghampiriku. Basah kuyup dan kedinginan kelihatannya, dia mengeong perlahan sambil berjalan tertatih. Menyedihkan. Dari matanya menyiratkan kehausan akan kasih sayang. Namun, dengan hebatnya, binar matanya memancarkan sebuah harapan akan bahagia.

Aku di sana, melihatnya terjatuh dan sakit. Aku di sana, untuk membantu mengangkatnya. Rapuh, ya sangat. Aku pun tidak sekuat itu, bahkan untuk mengangkat anak kucing itu pun butuh tenaga yang lebih karena dia begitu terluka, harus kuangkat tapi dengan perlahan agar tidak semakin menyakitinya, tapi kulakukan.

Anak kucing itu tertidur dalam dekapanku. Hangat rupanya. Sesekali dia terbangun dan bulu halusnya menggelitiki tanganku. Kuusap kepala kecilnya dan dia membalasnya dengan menjulurkan lidah kecilnya. Betapa menggemaskannya dia.

Aku sekarang di sini, bersamanya. Merawatnya, menyayanginya, menjaganya, menemaninya, untuk menghidupkan kembali semua harapan akan bahagianya. Tidak sesempurna itu memang, sembuh atau tidak kuserahkan pada si kecil, aku hanya bisa memberikan yang kubisa. Keranjang kecil untuknya tidur, tali-talian untuk bermain, mainan tikus untuk digigiti, selimut hangat untuknya bergelung.

Anak kucing itu masih belum mau berjalan. Masih sakit, eongnya.

Aku biarkan dia berbaring dulu di atas keranjang kecilnya. Dia bermain dengan selimut dan temali yang kuletakkan di sana. Ya, biarlah, dia menikmati yang ada sementara untuk menghilangkan lukanya.



Hei, anak kucing kecil yang kusayang, kamu tidak tahu semua yang kulakukan agar kamu sembuh, tapi aku yakin kamu merasakan semuanya. Cepatlah sembuh, sayang, supaya kita bisa berkejaran di halaman itu. Itu saja, cukup.

2 komentar:

  1. pus pasti seneng banget deh punya kamu yang merhatiin dia. :)

    love you..

    BalasHapus
  2. hmmm...
    seneng yaa???? yah, mudah2an begitu yaa..
    karena semenyenangkan itu ternyata menyayangi dia, hihii..

    lvutoo :)

    BalasHapus