Selasa, 01 Maret 2011

belajar dari anak kecil

Mayla, nama anak 5 tahun ini, sepupuku...

Yang tiba-tiba terjadi adalah tempat handphone adikku rusak setelah dimain-mainkan oleh Mayla.
"yaahh.. kok rusak yaa.. huhuuu...", kata adikku sambil pura-pura menangis. Mayla diam seolah tidak terjadi apa-apa.
kami pun sekedar merespon dengan yaudahlah, ga apa-apa.
dan kejadian itu berlalu.

Beberapa saat kemudian, adikku dan Mayla sedang bermain bersama, mewarnai gambar Dora dan Diego yang baru saja diprint. Lalu, Mayla berkata,
"mba, maaf ya..."
Adikku bertanya dengan bingung, "hah?? kenapa memangnya dek?"
"... mmm... tadi aku ngejatohin hape mba, tapi ga sengaja, mba...", katanya sambil takut-takut.
"oohh, yang kamu kepeleset itu ya? iya gapapa kok, dek..", jawab adikku.
"mm... mba...", kata Mayla lagi, ".. tadi aku juga yang ngerusakin tempat hape mba..."
Adikku terdiam mendengarnya. Mayla juga diam menunggu reaksi dari kakak sepupunya itu.
Lalu adikku tersenyum dan berkata, "iya, ga apa-apa kok..."

*

masih berasa Lebarannya kali yah, jadi notes ini deket-deket sama acara bermaaf-maafan, hehehe.

Sempat merasa tersindir sih pas mengetahui kejadian itu..

deg!! aduuh, anak 5 tahun aja udah bisa bertanggung jawab atas kesalahan yang dia buat??! gimana dengan aku, yang sudah 20tahun ini?? Dari kecil, aku diajari untuk meminta maaf kalau berbuat salah. Tapi memang sulit yah, meminta maaf itu. Kadang ketika aku sadar telah melakukan kesalahan, malah bersikap pura-pura ga tau. Kadang ketika ga sadar telah melakukan kesalahan dan diingatkan oleh orang lain tentang kesalahan kita, malah ga terima, malah balik bertanya dan malah menyalahkan orang lain.
rasanya gimanaaa gitu ketika aku merasa salah, ga enak!!

Perasaan yang ga enak itu sebenernya bisa dikurangi dengan dua cara, tergantung mana yang mau aku pilih. Yang petama, dengan melihat keluar dan mencari-cari beribu alasan untuk menghilangkan perasaan ga enak itu, misalnya dengan nyalahin orang lain, berusaha kabur dari kesalahan, macem-macem. yaa istilah psikologisnya, self-serving bias, ketika kita salah pasti karena faktor eksternal dan ketika kita benar ya karena kita. Gampang sekali kalo mau memilih cara yang ini, tapi, yang seringkali kurasakan setiap kali memilih cara ini, perasaan yang ga enak itu malah semakin menjadi ga enak, bukannya malah berkurang.

Atau mau memilih cara kedua, dengan menyelam ke dalam. Cara yang ini, jelas, sangat sulit. Butuh kenal sama diri sendiri. Siapa aku, aku ini orang yang seperti apa, gimana aku membawa diriku, gimana aku memadang diriku, dan lain sebagainya. Ketika aku melakukan kesalahan, aku coba untuk refleksi ke dalam, dan tenyata ditemukan bahwa ya, benar, aku salah. Dengan menemukan sendiri kesalahanlku, perasaan ga enak itu sedikit berkurang, ya setidaknya aku tau aku salah.

Langkah berikutnya adalah minta maaf. Fiuuhh, ini nih yang berat, hehe..
Ini yang aku pelajari dari Mayla, keberanian untuk meminta maaf dan mengungkapkan kesalahan yang kita perbuat. Banyak sekali ketakutan yang jadi halangan buatku untuk minta maaf. Kalo waktu dulu, pas dapet nilai ulangan jelek, aku takut untuk jujur sama mama karena TAKUT malah dimarahi. beranjak besar, SMP, aku pernah mengambil buku temanku, iseng sih maksudnya, tapi ternyata dia panik dan marah besar ketika tau bukunya hilang. Aku takut untuk ngaku kalo kau iseng, aku TAKUT dia gamau temenan lagi sama aku.... Semakin dewasa, semakin banyak ketakutan-ketakutan untuk meminta maaf, karena Semakin dewasa, semakin ruwet pemikiran-pemikiran.

kadang, yang seringkali dilupakan dan malah menjadi bahan tertawaan, adalah kepolosan dan keluguan anak kecil.
Yang mereka pikirkan adalah apa yang ditanamkah oleh orang tua mereka. "Ayo,, kalo salah, harus bilang aaapaaa?? maaf, maaa...". "Lhoo, dek, kok ini bukunya kakak malah kamu dudukin, jadi lecek nih, bilang apa sama kakaaak?? maaf yaaa..." Hal-hal semacam itulah yang diajarkan oleh orang tua..
Anak kecil, ketika salah, mereka bisa bilang maaf. Mereka ga mikirin ketakutan-ketakutan yang sebenarnya bukan jadi penghalang buat minta maaf.


Beranjak dewasa, kita sama-sama tau lah ya, kalo maaf ga sekedar di mulut, tapi bener-bener dari hati juga. Nah, ribet deh kalo udah pake hati mainannya, hihi.. Pernah baca sebuah artikel, yang bilang, "...orang biasa memendam masalah apapun itu, tetapi orang luar biasa berani untuk meminta maaf dan memaafkan..." So, tinggal memilih lagi deh, mau mengeluarkan sisi biasa kita sebagai manusia, atau tertantang untuk mengasah sisi luar biasa kita?? ;D

*

aku mulai belajar lagi buat berani meminta maaf, dari hal-hal kecil sekalipun.
^.^



-27 september 2009-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar