Jumat, 31 Agustus 2012

atheis bukan versus theis


menarik baca-baca opini dari seorang atheis tentang agama. cerdas, menusuk, dan ceplas-ceplos.
membuat gue jadi berpikir, gue ga lebih baik dari seorang atheis. walau gue juga ga dengan lantangnya berteriak "gue theis!", tidak seperti theis lain -yang ada saja- dengan sangat bangganya memperlihatkan keagamaannya ke seluruh dunia. well, mungkin karena gue memang tidak sedalam itu ya kenal agama gue.

menurut gue, ga penting orang tau agama lo. tapi memang penting bahwa kita mengenali agama kita sendiri. mungkin di negara ini perlunya agama sampai perlu banget dicantumin di KTP itu buat upacara pemakaman kalau sewaktu-waktu ketemu maut. selebihnya? ga ada tuh. toh itu juga urusan pribadi ya, antara kita dan Tuhan yang kita percaya.

sejauh ini, gue sih ga pernah merasa konflik atau tersinggung ya, ketika baca-baca blog nya seorang atheis itu. apa jangan-jangan memang karena gue kurang banget paham agama gue, atau karena gue semi atheis, atau memang gue ga peduli dengan keberagaman manusia di dunia, atau malah karena gue paham banget dengan perbedaan yang ada, sehingga gue merasa santai aja pas baca opininya?

dia mempertanyakan FPI dan islam, yakin banget kalau itu adalah alat politik.
dia juga bilang, tentang moralitas dan agama. kalau moralitas itu bisa terbentuk tanpa adanya agama, lalu untuk apa agama itu?
dia juga mengangkat kasus antara agama dan ilmu pengetahuan.

banyak lagi deh. kalau tertarik silakan datang ke http://agamajinasi.wordpress.com/

*

kalau gue sih pada akhirnya menyikapinya dengan mengambil sudut pandang lain aja dari orang tersebut. gimana cara dia berpikir secara sistematis, masuk akal, dan empiris. menurut gue, gue perlu mempertajam pola pikir seperti ini, sebagai seorang yang dituntut menjadi akademisi ya. gue ga melihat opininya sebagai opini yang menyerang kalangan theis, makanya gue berpikir sudut pandang yang berbeda itu bukan untuk dijadikan dasar perang, bukan juga buat ajang pembuktian, apalagi buat pembenaran. ngapain? toh, menurut gue, kita berinteraksi sama orang juga ga diliat berdasarkan kepercayaan dan keyakinannya kan? sama seperti kita berinteraksi dengan binatang. intinya sih memang kasih sayang, sesama manusia, terlepas dari agamanya apa -atau tidak bergama sekalipun.

tapi ya, gue sedikit mengerti, bahwa memang perlu tuh ada konflik, supaya roda kehidupan terus berjalan aja. ilmu pengetahuan berkembang, ilmu agama berkembang, ada yang berdasarkan penalaran ada juga yang berdasarkan interpretasi. selama debatnya ga anarkis dan agresif, gue sangat menjunjung tinggi tuh debat antara theis dan atheis.


2 komentar:

  1. sharing pendapat nih, kalo kita berbicara tentang agama dan keyakinan, bener dii, sudut pandang yang berbeda itu bukan dijadikan dasar perang, ajang pembuktian, dan pembenaran. Apalagi unsur pemaksaan, no!! ini yang walhasil menjadi anarkis.

    sudut pandang yang berbeda-beda ini merupakan cara manusia meningkatkan keyakinannya terhadap apa yang mereka rasa cocok untuk dirinya untuk memudahkan jalah hidupnya. Bagi semua aspek, yang meyakini adanya tuhan maupun tidak.

    Agama ada sebagai unsur spiritualis yang bisa meningkatkan ketenangan batin untuk dirinya, semangat tempat bertumpu untuk meraih sesuatu, serta kecintaan terhadap makhluk selain dirinya. Agama pasti ada sebagai dasar hidup yang baik, tidak ada agama yang mengajarkan hal yang buruk tentunya, untuk menjadi pedoman dasar yang mempermudah hidup seseorang.

    Jika adanya orang-orang yang atheis, bukan berarti itu salah. Justru tersingkap adanya kenyataan bahwa merekalah pencari tuhan yang sebenarnya, dengan berbagai pemikiran kritis, yang bahkan mungkin nantinya saat diberkahi kepahaman tentang tuhan jauh lebih paham dibandingkan kita. Banyak yang merasa sudah kenal tuhan (setidaknya ada di KTP), maka ia lupa bagaimana memperlakukan tuhan, bagaimana memahaminya masuk ke dalam relung jiwa masing-masing, akhirnya jadi pembuat onar dan konflik juga.

    Toh kita semua punya peluang untuk menjadi rahmatan lil alamin dengan cara masing-masing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yep, bener banget, sodara Rudy, hehehe..
      beruntung sih sebenarnya dibesarkan di lingkungan yang ramah dan sangat tolerir dengan perbedaan, karena jadi bisa melihat banyak sekali sudut pandang yang ekstrim, yang bisa dipelajari.

      amin, mudah-mudahan dengan cara pandang kita yang berlainan dengan teman-teman baik yang mengaku theis dengan beragam tata cara ibadahnya ataupun dengan kekhasan teman-teman atheis, jadi memperkaya diri kita untuk menjalani yang paling baik untuk diri kita, dalam hal ini ya untuk berinteraksi sesama manusia ya, karena kalau udah urusan dengan sang pencipta ya urusan masing-masing. hehehehe.

      Hapus