Minggu, 08 Maret 2015

sajak tentang jejak


1
Izinkan mengutip sebait dari Payung Teduh
Sebuah kelompok dari alam untuk alam
Yang menyanyikan tentang alam

2
“Aku tak pernah melihat gunung menangis
Biarpun matahari membakar tubuhnya
Aku tak pernah melihat laut tertawa
Biarpun kesejukkan bersama tariannya”


titik pendakian

3
Matahari belum membakar saat kami tiba di ketinggian 1850 m/dpl
Boro-boro membakar, muncul pun masih enggan
Ia memberikan giliran pada pesona jutaan bintang lainnya untuk mencuri desah kami yang memandang ke atas
Pukul satu dini hari

4
Beberapa yang lebih terang seperti memberikan tanda bagi mereka yang mencari arah
Beberapa yang lebih redup bukan berarti tidak berguna
Buktinya kami bertaruh siapa yang paling tepat menghitung jumlahnya
Membuka tikar di hamparan tempat parkir mobil yang lowong, lalu merebahkan badan, inginnya, untung kami ingat tentang dingin yang diam-diam merasuki setiap celah

5
Kami berlapis tiga, agar dingin tidak menusuk tulang
Juga sudah siap beberapa pasang sarung tangan
Di kejauhan ada api unggun dengan lima orang mengelilingi
Seperti melakukan pemujaan padahal mencari kehangatan

kehangatan dini hari
6
Lalu ada satu bintang yang jatuh
Kali pertama kami melihatnya, terpekik kegirangan
Bintang mati
Harapan hidup

7
Lensa kamera tidak bisa menangkap keriuhan yang terjadi di langit dini hari, meski ingin sekali kami mengabadikan,
Lalu memamerkannya pada kalian
Tidak, tidak, tidak ada yang harus dipamerkan
Kita harus kembali ke sini dan menyaksikannya bersama-sama

8
Pukul dua dini hari
Sekarang kami duduk melingkar di bawah payung besar
Menyeruput teh manis dan kopi yang judulnya panas, tetapi dalam hitungan menit panasnya menghilang
Lalu tanpa usaha kami tergelak untuk mendapat hangat

9
Satu perempuan khas Indonesia melakukan pendekatan kepada pria warga negara asing
Disoraki dari kejauhan
Perkenalan harus kurang lebih empat menit
Agar menjadi cinta sejati

10
Belum juga popmi seorang kawan matang, pendekatan selesai
Artinya kurang dari tiga menit, cinta sejati melayang
Kami kembali tergelak dan bodo amat tentang cinta sejati
Kawan yang ada di lingkaran inilah yang sejati

11
Belum juga boleh dibuka pagar pendakian
Kondisi di atas belum aman, katanya
Gas beracun yang maut
Belajar menjadi profesional, kami manut

12
Api biru masih menyala hingga pukul empat tiga puluh
Pada pukul itu, kami masih di pendakian, berpeluh
Kami tetap berusaha agar jumlah tetap bersepuluh
Satu dengan yang lain saling menunggu tanpa mengeluh

13
Dua jam waktu tempuh dalam gelap
Sorot lampu senter menemani langkah kecil kami
Banyak perhentian untuk mengambil nafas yang sedikit demi sedikit tercuri
Sambil mendengar raungan angin dari kejauhan

14
Butiran coklat dibagikan, coklat hangat dialirkan
Katanya api biru yang memesona hanya ada dua di dunia ini
Tapi tim yang sempurna dalam ketidaksempurnaannya dan tidak selalu memesona, hanya ada satu ini di dunia ini
Maka api biru mungkin saja terlupa tanpa ada kemungkinan untuk melupakan mereka

15
“Sedikit lagi, sedikit lagi” kata para penambang
Mereka yang sudah biasa berjuang
Kami percaya, bukan dengan kata-katanya, tapi dengan perjuangannya
Sampai kami tiba di ketinggian 2386 m/dpl

16
Bertepatan dengan waktu matahari terbit
Semburatnya menguatkan
Semburatnya meyakinkan
Kami mampu sampai sejauh ini

semburat pertama yang menyapa

17
Lelah belum terasa
Pesona kawah dengan asap yang terus mengepul rupanya terlalu kuat
Kami masih berkeliaran di atas sana
Hingga satu setengah jam lamanya

SAMPAI!

bersama kepulan belerang
negeri di atas awan
18
Perut berbunyi
Kelaparan sangat
Masing-masing mencoba merogoh mencari yang tersisa di kantung
Dua bongkah coklat dan sebungkus TARO ludes tak tersisa


lelah yang mulai terasa
19
Perjalanan pulang memanggil-manggil kami
Kami mesti kembali ke titik awal
Dan cerita perjalanan pulang bersepuluh tidak ada kali ini
Yang ada hanya perjalanan pulang bagi masing-masing individu

20
Ada yang dengan cepatnya melesat ke bawah
Ada yang memilih berjalan sendiri dan berjalan dengan perlahan menyapa setiap yang bisa dirasakan
Ada yang memilih jalan berdua mengabadikan perjalanan
Ada yang memilih jalan belakangan sebab masih ingin menahan diri di atas

21
Jalan pulang lebih terang dengan matahari yang semakin gagah
Hamparan hijau memanjakan mata
Terjalnya jalan tampak jelas, membuat kami tak percaya dengan apa yang berhasil kami lalui beberapa jam yang lalu
Semua semakin jelas saat berpulang: arah dan sekitar

satu perjalanan pulang
22
Keringat mengalir deras
Ternyata perjalanan ini memang sangat menguras
Sarapan nasi, oseng tempe, mie goreng, dan telur dengan porsi luar biasa
Meminta dihabiskan oleh perut yang liar

23
Kawah Ijen
Kami titipkan hati kami di sana
Dan kamu berhak memenuhi kami di sini
Salam







yang berhasil mencuri nafas kami. salam!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar