Kamis, 01 Oktober 2015

malam yang dituliskan oleh pagi



Kepada purnama yang compang-camping tergigit awan, ada belasan peduli untukmu, yang mungkin bisa dijadikan tambalan.

Bukan, bukan untuk membuatmu tampak sempurna. Hanya untuk mencari tahu bagaimana sesungguhnya mengobati luka.

Tunggulah aku di atas sana, sebentar lagi aku akan terbang menujumu, dengan sapu terbangku.

Setibanya di sana, di hadapanmulah akan kuajak serta sapuku menari, seperti para penyihir yang merayakan ketidakabadian malam.

Barangkali awan yang yang menggigitmu akan jijik dengan tarianku yang tidak sempurna dan tidak bertempo, kacau balau.
Barangkali senyummu akan tersungging lebar, seperti biasa ketika kamu dan aku menertawai kebodohan.
Barangkali segerombolan awan itu akan benar-benar ketakutan melihat kita menggila bersama.

Setibanya di sana, di hadapanmulah akan mulai kurajut benang-benang cerita kita.
Mungkin tepatnya, benang-benang cerita cinta kita; cinta yang penuh harap dan usaha dan berbalas dan tulus dan penuh mimpi dan tidak pernah menyatu.

Bagian terakhir, anggap saja sebagai sakitnya sebuah tusukan dari sebuah jahitan. Sedikit demi sedikit, perih, menambahkan luka dengan luka.

Bahwa ketika bersamamu, aku ingin ada, adalah benar adanya.
Peduli adalah suatu bentuk yang harus direalisasikan, dikonkritkan.

Tentu aku sakit menyakitimu.
Tapi kurang lebih begitulah kehidupan berjalan. Sambil membawa setangah hati yang hancur lebur bersama setengah hati yang bertumbuh.


Mari, di hadapankulah, kamu bisa melontarkan apapun yang kamu mau.
Ceritamu membantuku merajut obat luka.

merajut purnama

Setelahnya, di hadapanmu juga, tidak pernah bosan akan kukatakan, kamulah makhluk terindah yang tercipta dengan luka, yang dari lukalah kamu terwujud.


Hingga beberapa waktu lamanya, entah aku tidak perhatikan, sekawanan awan yang menggigitmu lalu pergi.
Mungkin terharu, lalu menangis dengan cengengnya.



Menjadikan hujan pada suatu malam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar