Kamis, 02 Agustus 2012

20 menit tentangmu.




Kubaca-baca buku tentang bagaimana menulis dan katanya dalam buku itu, biasakan menulis setiap harinya, kurang lebih 20 menit. Biarkan mengalir, apapun ide ceritanya, jangan ragu untuk mengawali menulis dan rasakan hingga akhir. Maka kuputuskan serta kugenapkan hatiku untuk mulai menulis. Tentang kamu.

Kenapa kamu?

Karena denganmu, aku tidak ragu memulai cerita. Maka kurasa wajar jika aku memulai belajar menulis dengan menceritakan tentang kamu. Mungkin juga tentang kita. Aku punya 20 menit untuk melantur, jadi bersiaplah untuk membacanya nanti. Aku menyadari bahwa waktu yang 20 menit ini tidak akan bisa cukup untuk menceritakan kamu yang kukenal tahunan. Maka lebih baik, yang 20 menit ini kupakai untuk menghayati 20 menit bersamamu.

Merindukanmu disini. Memang tidak sedahsyat yang kala itu. tapi tetap, rindu adalah rindu, berapapun beratnya, berapapun masanya, secuil atau sebongkah atau segunung, itulah rindu. Hanya memang efeknya saja yang berbeda, dan sungguh-sungguh bisa mengubah aku dan caraku menyikapi kehidupanku. Aku juga tidak mengerti mengapa aku bisa tidak bosan merindukanmu.

Apa yang kulakukan ketika merindumu? Aku memikirkanmu, yang kadang bisa lebih sulit daripada soal ujian masuk perguruan tinggi ternama berstandar internasional, kurasa. Sungguh. Neuron-neuron yang berloncatan di otakku yang mengerti tentang asosiasi, sebenarnya, yang membuatnya jadi rumit. Beberapa hal tentangmu berampur aduk. Ada yang ceria, ada juga yang sendu, maka mulailah perjalanan roller coaster ku sendiri. dan di sini aku berteriak, bukan untuk marah, bukan untuk sedih, tapi untuk menikmati.

Kamu tau kan, bagaimana tampaknya orang yang menikmati permainan roller coaster?

Pertama, selalu terucap doa, yang pasti, doa memohon agar dijaga agar selalu selamat dan tidak ada kekurangan satu apapun, serta doa agar kepasrahan yang dijalani ini berakhir dengan kelegaan. Persis seperti itulah aku. Mudah-mudahan, ini bukan mengumbar bahwa aku sedemikian religiusnya, hanya saja aku belajar dari pepatah orang lama tentang “tingkat merindukan level maksimal adalah bukan ketika kita tidak saling berjumpa, bukan juga ketika kita tidak saling bersapa, tapi ketika kita bersatu dalam dua untaian doa yang terpisah”. Maka namamu, empat kata itu, terbisikkan dari mulutku setiap ku berdoa. Entah doa apapun itu, mau tidur, mau makan, ketika solat, mau pergi, ya kubawa serta nama itu.

Kedua, tampak ceria. Ya, tidak ada yang tahu apakah aku merasa takut aku akan jatuh dan hilang darimu selamanya, juga tidak akan ada yang tahu aku akan terjebak selamanya di permainan ini, dan tidak ada yang tahu juga bahwa sebenarnya aku teramat sangat mengingkanmu lagi dan lagi. Persis seperti roller coaster. Hanya saja mekaniknya Tuhan itulah. Ya, hanya keceriaan yang tampak ketika dilarikannya roller coaster itu, tanpa ada yang tahu pergulatan di dalamku. Biar saja, toh rindu ini memang sedemikiannya.

*

Ah rindu, rindu, rindu. Esok hari kita berjumpa, bersua, saling peluk, saling dekap, saling erat, bagaimana bisa setiap pertemuan malah memberiku alasan untuk merindumu dan bukan alasan untuk melepas rindu?

1 komentar:

  1. Serasa kembali ke masa 10 sampai 6 tahun yang lalu...
    saat itu Rindu terasa indah meski berat

    kapan nikah neng?

    BalasHapus