Sekejap.
Seperti aku mengedipkan mata?
Seperti aku mengedipkan mata, sekejap kamu hilang.
Bagaimana aku bisa hilang, kalau aku sudah membangun istana
di hatimu? Ah, mungkin kamu hanya melewatkanku sesaat.
Kamu benar. Melewatkan sesaat, serasa seabad.
Itulah mengapa aku tidak pernah bisa melewatkanmu. Aku tidak
mampu menghitung berapa banyak perih yang kucicipi saat kau tak ada.
Adakah artinya, kita perlu menghitung perih, ketika jalinan
kasih yang terajut mampu membalut luka sedalam samudera? Kamu, menyembuhkanku.
Kamu. Lagi-lagi kamu. Kamu yang selalu mampu mengangkatku ke
tempat tertinggi. Mana mungkin aku menyembuhkanmu, sedangkan kamu adalah
penawar dari segala derita. Aku hanya berjalan bersisian denganmu sebagai
cermin. Akulah pantulan yang seakan dapat menyembuhkanmu.
Aku baru tahu. Inilah bersisian yang memaksaku untuk terus
maju dalam asa, terkadang mundur dalam nostalgia, terus membumbung dalam cinta,
dan senantiasa jatuh untuk terus belajar.
Layaknya perayaan cinta. Mungkin inilah awal dari segala
perjalanan. Saat bersisian adalah langkah tepat untuk tetap bersama. Dengamu
adalah proses mendewasakanku. Carilah tangku saat kau jatuh, karena saat itu
aku mungkin lalai menjagamu. Tapi tak pernah ada yang salah. Seperti katamu,
jatuh untuk terus belajar.
Perayaan cinta. Dan cinta ternyata bukan hanya sebatas
perayaan. Lebih dari itu, cinta adalah perjalanan. Terima kasih untuk semua
tangan yang pernah menjuntai, juga untuk setiap kaki yang tak letih menapak.
*
Nice play, NEP! ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar