Rabu, 19 November 2014

siluet dalam hujan




Pojok bergerak itu selalu menjadi hal yang menyenangkan bagiku. Sebab, meskipun bergerak, selalu ada ada satu titik yang diam. Stagnan dan tak berubah. Pojok yang diam itu, kamu. Pojok yang berseberangan. Pojok yang menenangkan. Sebab dari pojok berseberangan itulah aku bisa melihat gerak-gerikmu.

Pojok diam yang bergerak kali ini menawarkan pesonanya. Pojok di sore itu bekerja sama dengan semburat matahari yang redup. Pojok di sore itu bekerja sama dengan air langit yang menderas. Sehingga yang tadinya jelas, menjadi samar. Mata yang indah lembut itu sirna. Hidung yang mancung itu berubah warna menjadi kehitaman. Seluruh wajah dan badannya kini sama hitamnya dengan rambutnya. Hanya ada satu yang tidak berubah, lekuknya dari atas hingga seperempat badannya. Ya, tiga-per-empat-nya lagi terhalang oleh orang lain. Lekuk yang aku kenal meski tidak pernah sekalipun kujamah. Lekuk yang dari kejauhan bisa kukenali. Lekuk yang indah. Lekuk yang saat itu, akhirnya berani kutelusuri. Mulai dari ujung rambut yang lembut. Turun ke poni menyamping. Turun ke telinga yang menyembunyikan sisa anak rambut. Turun ke mata yang saat itu gelap seperti terpejam. Turun ke hidung yang mancung. Turun ke bibir yang tipis. Turun ke dagu yang menggemaskan. Turun ke leher yang jenjang. Turun ke bahu yang ditumpangi sebelah tas. Turun ke belikat putih yang samar. Berhenti di sana.  


Sepotong siluet tertabrak rintik hujan dari celah jendela. 

Ada yang bergetar di pojok sini. Ada yang terjeda di momen ini. Ada yang tertabrak di dalam sini. Ada yang sejuk di sekitar sini.

Siapa bisa bilang, dalam samar, kita hanya akan mendapatkan kekosongan?
Siapa bisa bilang, dalam samar, kita hanya akan melihat ketidakindahan?
Aku tidak bisa bilang demikian, sementara aku melihatmu.

Dalam keremanganmu, aku membawa doa yang paling indah.
Dalam keredupanmu, aku membawa doa yang paling baik.  
Dalam ketiadaanmu, aku membawa doa yang paling sederhana.
"Bersama selamanya."

Maafkan kelancanganku,
Bersama selamanya, bisa menjadi keindahan dan kebaikan yang paling sederhana. Bersama selamanya, bisa menjadi kesederhanaan yang paling indah dan baik.

Duduklah terus di pojok sana. Bermainlah dengan angin yang menyapa lembut dari jendela sisi kananmu. Tersenyumlah bersama pemikiran yang melanglang buana lewat pintu di hadapanmu. Diamlah dengan ketakziman yang ditawarkan sebuah pojok. 

Aku akan duduk beberapa jauh di sisi sini. Tak mengapa. Karena keterpisahan ternyata hanya masalah rasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar