Pernah
mendapatkan barang dari undian berhadiah? Pernah mendapatkan barang di acara
nikahan orang (soalnya, jarang-jarang pernikahan ayam dibuat undangannya)?
Pernah mendapatkan barang yang ditemukan tanpa sengaja di tengah atau pinggir
jalan? Pernah mendapatkan barang dari doorprize?
Pernah mendapatkan barang dari orang lain tanpa perlu mengetahui alasan memberi
dan menerimanya?
Sepertinya
semua kita pernah mendapatkannya ya. Bagaimanapun, kalau kita bukan orang yang
beruntung, berpikirlah kita adalah orang yang disayang, lalu kita akan merasa
beruntung. Dan itulah poin yang mau saya angkat.
*
Saya pernah
mendapatkan barang dari undian berhadiah. Bukan pengalaman yang langsung
kualami, tapi orang tua saya. Dari undian berhadiah, kami mendapat motor.
Undian-undian yang lain, dari bungkus kopi yang dikumpulkan orang tua, dari
potongan-potongan kertas yang dimasukkan ke dalam amplop, dari coba-coba
menjawab pertanyaan yang gampang sekali di Twitter, gagal semua! Hahahaa.. Satu-satunya keberuntungan yang kami dapat
ya, motor itu. Motor yang kemudian kami terima dengan bingung, karena ini mau
diapakan ya motornya sehingga kami jual ke tetangga kami yang lebih
membutuhkan. Beruntung? Iya, sangat! Untung-untungan itu! Dari sekian banyak
manusia yang ikut undian, kami lho yang terpilih. Gimana ceritanya tuh kalau
bukan kebetulan yang mengambil alih? Atau, karena kami merupakan orang-orang
yang anti-kebetulan garis keras, kami
meyakinkan satu sama lain bahwa sudah takdirnya demikian. Bahkan sudah takdirnya
juga motor itu sampai saat ini berada di tangan tetangga kami. Anggaplah kami
sebagai selang penyalur berkat. Berkat di mana-mana (di Margonda Depok juga ada
restoran Berkat *krik krik*). Lalu kami mengucap bersama-sama serentak di dua
rumah yang berbeda, “Alhamdulilah…” dan “Puji Tuhan…”
*
Yang kali
ini, pengalaman saya sendiri. Mendapat hadiah di nikahan teman (orang ya, bukan
ayam). Kadang kan, ada aja ya, nikahan yang main lempar-lemparan itu? Ya, di
suatu acara pernikahan, dilemparkanlah beberapa beruang kecil dengan beragam
pita yang berbeda-beda. Ada biru, pink, dan tanpa pita. Orang-orang yang
mendapatkan beruang berpita biru dipersilakan naik ke pelaminan. Salah satunya
adalah saya. NAIK KE PELAMINAN! MAMAH PAPAH BISA SHOKK kalau tau berita ini
setengah-setengah. Masa naik ke pelaminan sendiri, kesian bener HAHAHA! Saya
naik ke pelaminan bersama dua orang lainnya, satu laki satu perempuan. Saya
disuruh memilih, mau menikah dengan yang mana, yang laki atau yang perempuan,
enggak deng, boong. Di atas pelaminan, bersama pasangan suami istri yang sudah sahih secara agama dan negara, kami berdiri. Kami bertiga akan dapat hadiah.
Kami beruntung. Saya dapat satu kotak yang paling besar. Saya beruntung.
Isinya
adalah seperangkat alat sholat, enggak deng, boong lagi. Isinya adalah
seperangkat Tupperware, yang sama disambut dengan puja-puji kepada Sang
Pencipta ketika kutunjukkan isinya ke mamah di rumah. Apalagi kalau isinya
beneran seperangkat alat sholat ya, yang diberikan sebelum naik ke pelaminan?
EAAA! Lalu, Tupperware itu tergeletak begitu saja. Terlupakan. Bahkan kalau ide
tulisan ii ga muncul, ya mungkin sampai sekarang Tupperware itu masih entah di
mana. Bagaimanapun, barang itu kan barang hadiah ya, hoki-hokian, jadi ya gak
gimana-gimana banget sih begitu dapat. Dapat, syukur, gak dapat, ya gak ngoyo. Perasaan
senangnya sesaat, duniawi, fana banget deh! *asik* Setelah itu ya, sudah. Pembelaan
lanjutannya, kami ini kan keluarga yang telaten ya, jadi kalau belum
rusak-rusak amat, ya belum buka barang baru. Yah, masih didikan zaman yang
katanya kolot itu, di mana para manusia lebih berkeinginan untuk merawat dan
memperbaiki barang lama dibandingkan membeli barang baru, ketika barang lama
tersebut sedikit rusak. Sampai hari ini, kotak yang isinya Tupperware aneka
benda itu tersimpan rapi di gudang bawah tangga. Sampai hari ini, kotak itu
terlupakan.
*
Berikutnya,
menemukan benda di tengah jalan. Saya pernah kok menemukan ballpoint, atau uang
receh, atau juga uang dengan nominal yang lumayan tergeletak di tengah perjalanan
saya. Kadang saya pungut, kadang saya tendang secara asal. Tentunya yang uang
nominal lumayan termasuk yang saya pungut. Waktu itu, saya bersama tiga sahabat
saya, masih SMA. Masih butuh duit! *kayak sekarang enggak, aja, hahaha.. Nah,
di tengah perjalanan kami di suatu taman, kami menemukan uang itu. GILA, INI
KALAU DIBELANJAIN BISA DAPAT APA AJA?! Kami berunding terlebih dahulu. Apakah
sebaiknya kami ambil untuk kami sendiri atau laporakan ke polisi. Setelah
berdebat cukup alot, kami memutuskan untuk membelanjakan uang itu sendiri dan
gak usah bawa-bawa polisi dalam masalah ini. Kata seorang sahabat, “Ya elah,
dua puluh ribu doang, kali deh, laporin ke polisi! Udah, buat gue aja kalau lo
pada gak mau!” Orang itu langsung kami kecam, “Lo gila ya, ini bukan masalah
nominal rupiahnya! Tapi nominal dosa dan pahalanya! Gue gak mau ah, jajan dua
puluh ribu rupiah, tapi dicatet sebagai dua puluh ribu dosa di akherat!” Kira-kira
seperti itulah perdebatannya. Sampai kami kehausan. Sahabat satu lagi berkata, “Lo pada
gila ya, ini tuh uang doang. Udah! Kagak ada sangkut pautnya sama kehidupan
setelah kematian. Kalau ni kalian berdebat sampai kehausan terus mati, nyesel
gak lo pada, gak memanfaatkan rezeki ini? Sahabat-sahabatku, Allah gak pernah
pilih-pilih kalau kasih rezeki. Sekarang bagian kita. Mari, berdamai dan kita
dinginkan hati, kepala, dan kerongkongan dengan es krim.”
Kami memutuskan untuk membelanjakan uang itu dengan es krim, kami bagi rata.
Menemukan barang di tengah jalan, sama, suatu keberuntungan juga. Tetapi terkadang, perlu berhati-hati lah dengan segala sesuatu yang instan, karena banyak jebakan di baliknya. Pada waktu itu jebakannya adalah, kami masing-masing menanggung dosa lima ribu di akherat, yang mesti dihapuskan dengan kerja keras melakukan amalan baik.
*
Pengalaman
lain, dari kakak saya sendiri. Dia termasuk orang yang beruntung (enak bener
lu, bro!). Beberapa kali, kalau ada acara-acara, yang ada acara doorprize-nya, doi seringkali dapat.
Pernah dapat tivi, dapat tas, dapat botol minum, dapat apa lagi deh yang bukan
barang sembarangan. Iri aja sih, sama orang yang beruntung gitu. Iri beneran
iri. Saya kalau datang ke acara yang ada doorprizenya,
udah nungguin sampai siang, sampai pengumuman doorprize yang ketiga yang artinya udah mau tutup, ga disebut juga
nomer saya. Udah dikasih harapan tiga digit pertama sama dengan yang tertera di
kertas saya, yang keempat ga ada, alias ya pesertanya memang cuma ratusan sih,
gak sampai ribuan. Damn, saya salah acara! Atau, digit yang keempat tuh nyerempet-nyerempet.
Gimanapun yang nyerempet-nyerempet itu lebih sakit kan yah. Lalu saya tertunduk
kecewa, menyobek kertas undian saya. Ternyata saya gegabah. Masih ada pengumuman
doorprize yang keempat. Saat nomer saya dibacakan, kertas saya tidak berlaku
lagi. Ya Rabb, di mana keadilan…..
*
Satu bagian
terakhir, adalah pengalaman saya sendiri. Cerita tentang menerima tanpa tahu
alasan menerima. Cerita tentang mendapat barang dari seorang sahabat, katanya
sih sebagai hadiah ulang tahun.
Di sebuah tanggal ulang tahun yang terlewat, seorang sahabat
memberikan benda kecil dengan surat di dalamnya. Cukup membuat saya terdiam.
Bukan karena “Ih kok kecil banget sih ngasihnya masa ini sih” ahahaha. Tapi
karena surat di dalamnya. Ada kedalaman rasa di sana, ada kepedulian yang besar
di sana. Saya langsung ketikkan pesan via whatsapp waktu itu, ”Aduuuhh aku
bengong..... dan nangis…”
Dia membalas, ”Ha? Gara2 kado kecil itu? Udah dibuka? Udah dibaca?
Kamu baca dimana di? Cepet bener... Aduh aduh..”
Saya masih terdiam, maka tak kujawab pesannya. Sampai masuk kembali
pesan darinya, “umm padahal kemarin apa tadi pagi ya sempet mikir kasih gak
yaa..karena kayak gitu aja barangnya..tapi yaa emang bukan sekadar barang sih
ya yang diberi.. “
…
Bukan
sekadar barang.
Bukan
sekadar barang.
Bukan
sekadar barang.
Saya hanya
bisa mengulang ketiga kata itu. Dan mengiyakan. Dan mensyukuri. Dan berterima
kasih.
Sebuah terima kasih, yang memang begitulah maknanya. Kuterima kasihmu.
*
Barang, terkadang
it’s just a thing. Motor, Tupperware,
uang, tas, dan lain-lain. Ada yang membuatnya cerita terakhir berbeda dengan
empat cerita sebelumnya. Ketika ada unsur “manusia” di sana, bukan sekadar
barang lagi yang diberi. It’s not just a
thing. Ada rasa. Rasa yang tidak diperoleh ketika mengejar undian
berhadiah, ketika mengejar nikahan orang, ketika sengaja jalan di pinggir
jalan, ketika niat banget nungguin doorprize.
Saya beruntung ketika saya sadar saya disayangi, dan saya menyayangi. Untuk
setiap cerita, saya punya pesan khusus.
Saya
belajar banyak dari hadiah motor yang orang tua saya berikan (jual sih,
sebenernya) ke tetangga saya. Dengan memberi karena tahu mereka lebih
membutuhkan, sungguh tak ternilai rasa dan “harga”nya.
Saya
belajar bahwa barang bukan sekadar barang. Dengan tradisi keluarga yang
berusaha menjaga barang, saya menangkap bahwa barang saja perlu disayangi. Ya
ampun, saya belajar memanusiakan barang. Lalu saya malah membendakan manusia?
Jleb.
Saya juga
belajar banyak dengan menyadari bahwa harta yang saya butuhkan sesederhana
percekcokan dengan para sahabat yang selalu punya cara menghadirkan tawa. Uang, dua puluh ribu, bahkan dua ribu
sekalipun, ketika ditemukan bersama mereka, nilainya lebih daripada nominal
rupiahnya (juga lebih daripada dosa yang kami perbuat). Kangen juga saya sama
kegilaan kita.
Saya belajar ada banyak sekali pembelajaran dari rasa iri. Iya, saya iri. Sangat iri dengan mas saya yang beruntung itu. Iri yang sesaat, karena sempat mengabaikan bahwa keberuntungan yang lebih besar sebenarnya ada pada saya. Saya yang punya mas yang beruntung, yang bisa dapat barang macem-macem tanpa keluar uang, lalu barangnya boleh saya pakai (muahahha)... Lebih dari semua barang itu, saya sayang kamu! Dan saya juga tahu kamu sayang sekali sama saya!
Dan untuk
sahabat saya di cerita terakhir, ah tulisan ini saya persembahkan buatmu deh!
Benda bukan sekadar benda, ketika kita menghidupkannya dengan makna, bumbu, dan
rasa, yang bisa diciptakan oleh setiap kita. (Termasuk rekam jejak percakapan kita di whatsapp itu -yang cuma benda-, yang lagi-lagi menginspirasi saya.)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar