Rabu, 18 Februari 2015

beberapa hari terakhir ini


Ada rasa yang tidak biasa saat aku bersamamu. Rasa bahagia yang benar-benar bahagia. Rasa nyaman yang benar-benar nyaman. Rasa sayang yang benar-benar sayang. Rasa yang utuh. Bukan rasa yang setengah-setengah atau seperempat-seperempat, yang mungkin kurasakan saat bersama yang bukan kamu.

Ngomong-ngomong tentang bersamamu, bersamamu pula aku menggeser paradigmaku tentang kebersamaan. Bersama denganmu menjadi hal yang sedemikian luasnya. Luas tanpa batas. Kita bersama lewati batas jarak dan waktu.

Seringnya, kita tidak benar-benar bersama berdua bersebelahan secara fisik. Maksudku, kita tidak benar-benar bisa saling melihat dengan mata kepala sendiri, juga tidak benar-benar bisa menyentuh dan memeluk dengan tangan yang nyata. Tetapi, kita selalu bersama. Lewat mata yang kutitipkan pada rintik hujan setiap waktu, juga lewat mata yang kamu titipkan pada dedaunan dan angin setiap waktu. Lewat kedua pasang mata yang pasrah dan saling percaya dan saling mendoakan kebaikan untuk masing-masing.

Iya, aku pernah meminta bantuan para rintik gerimis itu, masing-masing rintik menjaga masing-masing langkahmu. Satu rintik untuk satu langkah. Jadi, kamu tetap bisa melangkah dengan ringan (sebanyak apapun langkahmu hari ini), dan satu rintik hujan tetap bisa jatuh dengan sama ringannya setelah memastikan satu langkahmu baik-baik saja (tanpa harus menunggu kamu tiba di tujuan dengan selamat. Setelah itu, aku merasa menjagamu dengan sederhana itu, menenangkan.

Iya, kamu juga pernah bilang hal senada, bahwa kamu ingin mendaraskan harapan yang sama, agar tiap rintik gerimis, hujan sehalus apapun, menjaga langkahku ke manapun aku pergi, atau di manapun aku berada. Untuk setiap hembus nafasku, biar tiap rintik boleh tiba di bumi dengan lega mendengar terikan nafasmu.

Iya, kamu juga pernah menitipkan pada setiap gemerisik daun memastikanku aman di manapun aku berada.

Kebersamaan yang tidak memaksa. Kebersamaan yang baru untukku. Kebersamaan yang membarukanku.

Bagaimana tidak, sebelum ini aku adalah seorang yang pemaksa. Memaksakan kehendakku untuk menuntut lebih dari apa yang kudapatkan. Contoh simpelnya, ketika aku dapat dua jam bertatap muka, inginnya lebih lama lagi. Contoh lainnya, ketika aku dapat melihat dari kejauhan, inginnya lebih dekat lagi. Selalu ingin lebih. Dan selalu menginginkan apa yang tidak kudapatkan. Lalu akhirnya kecewa dan marah pada entah siapa.

Kebersamaan yang membarukanku kali ini mengajarkanku banyak hal. Untuk saling percaya satu sama lain. Untuk tetap berjalan dengan gagah di jalan masing-masing. Untuk tetap bisa tersenyum dan tertawa lepas lewat rangakaian abjad dan stiker lucu di layar ponsel. Untuk bisa saling menjaga dan menghargai waktu yang dimiliki oleh masing-masing, sehingga tidak peduli lagi dengan pertemuan dua jam atau dua menit- sebab tak ada lagi yang dituntut lebih. Untuk bisa saling menjaga perasaan yang kadang tak tertahankan. Untuk belajar sabar dari jarak -yang waktu itu 15 meter atau untuk jarak yang tidak sempat diukur. Untuk saling menghidupi satu sama lain, dengan cara kita masing-masing.

Lucunya, kita selalu bersama, tapi kita juga saling merasakan rindu. Akhir-akhir ini, aku semakin mudah merasakan kangen sama kamu. Padahal kita bertemu, langsung dan tidak langsung. Kebersamaan yang menggelitikku, sebab belum pernah juga aku merasakan hal seperti ini. Yang pernah kualami adalah rindu ketika tidak bersama.

Rindu saat bersama... mungkin itu yang salah satu yang membuat hubungan ini berharga. Mungkin inilah tandanya bahwa hubungan ini sedemikian berharga. Kata orang, "Kamu akan merasa memiliki setelah kehilangan," Buatku, kali ini, tidak. Sebab aku memiliki kita dalam hubungan ini, sebelum salah satu dari kita menghilang.

Ah ya, hal lain yang menyenangkan saat bersamamu, selain keutuhan menjadi diriku adalah melihatmu yang menjadi dirimu. Aku lebih banyak menghargaimu terlebih dahulu, baru kemudian menghargai kebersamaan ini. Iya, kamu yang banyak cerita, kamu yang ceria, kamu yang bersemangat (sepertinya kabar gembira sedang berpadu mengelilingimu), kamu yang jahil (ugh), kamu yang berbeda. Sejujurnya, tidak banyak kata yang bisa keluar dariku untuk merespon cerita-ceritamu. Mungkin karena aku terhipnotis. Tapi, tanpa berniat memaksakan diri mendengarkanmu, aku memang berniat untuk memberikan waktu dan tenaga, seremeh apapun, untukmu. Seremeh botol aqua di kala kamu haus karena green tea yang terlalu pekat itu! Yaa, aku tidak tahu apakah aku bisa memberikan hal besar padamu. Selama ini, mentok di cokelat, yang selalu saja langsung membuatku teringat kamu. Habis, melihatmu yang berbinar itu menjadi sesuatu yang priceless untukku. Persis anak kecil yang menggemaskan, yang membuat aku rela untuk memanjakanmu (entah kamu butuh atau tidak).

Dengan kebersamaan ini, aku jadi semakin menyayangimu.

Aku tidak tahu seberapa besar persisnya, toh sayang tidak punya takarannya ya. Tapi yang pasti, aku jadi semakin ingin mendengarkanmu, jadi semakin ingin mengetahui kabarmu, semakin ingin membagi ceritaku, semakin ingin menghabiskan waktu bersamamu, semakin ingin mengganggumu, semakin ingin menyenangkanmu, ... Ingin yang tidak harus selalu dituruti, tidak harus dituntut, dan tidak harus dipaksakan.

"Kalau kamu, mau hatimu kujaga?"
"Iya, terima kasih mau menjaganya..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar