“Kamu gak mau memenuhi ceklis yang kamu buat ketika aku ada
di sini?”
“…”
Terima kasih membaca tulisanku.
“Pasti gara-gara pakai sepatu sandal ini deh, jadi gini”
“Yaudahlah ya, udah telanjur basah kuyup juga!”
Terima kasih telah menembus deras hingga basah yang tak kunjung mengering.
“Hayo, dari sini, terus ke mana?”
“Yang ini kan, belok kanan!”
Terima kasih telah datang.
Untuk serangkaian cerita dan jeda yang terpantul,
Terima kasih untuk senyum yang lebih manis daripada manggis yang dibawa.
Terima kasih untuk tawa yang lebih renyah daripada wafer yang dihadiahkan.
Terima kasih untuk mau duduk, menatap, dan merasa.
Terima kasih untuk memelukku.
Terima kasih sudah melengkapi separuh yang kamu titipkan di sini.
Lalu kamu harus pulang.
Lalu yang ramai menyepi.
Lalu yang hangat mendingin.
Lalu yang sudah utuh seolah mesti terpisah lagi.
Lalu yang sudah terberi terasa terlalu kurang.
Lalu yang sudah terlalui terasa ingin terus berlangsung.
Lalu yang sudah terengkuh inginnya tidak lepas.
Pada menit dan detik terakhir perjumpaan, terima kasih membolehkanku sekali ini merasakan,
Menuntut waktumu yang tak berbatas tanpa mau tahu.
Merajuk hatimu yang seluas samudera tanpa mau tahu.
Memaksa hadirmu yang selalu senantiasa tanpa mau tahu.
Dan kamu tetap pulang.
Kamu memang harus pulang.
Ada yang menunggumu di sana, untuk beribu alasan yang bisa
disebutkan,
Sama seperti kemarin aku menantimu –hanya untuk satu alasan,
dan kamu datang.
Kamu memang akan memenuhinya.
Maka itu aku percaya,
Ketika ada banyak orang yang menunggumu menjadi seseorang,
Kamu akan datang, mengada, dan menggenapinya.
Kamu memang harus pulang.
Aku tahu itu sejak awal.
Dengan, atau tanpamu, aku baik-baik.
Aku hanya merasa lebih baik ketika bersamamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar