Rabu, 06 Mei 2015

purnama rasa jeruk


Sebuah kisah cinta tampaknya akan lebih dramatis menjelang malam. Apalagi ketika bercinta di bawah purnama yang benderang tanpa malu-malu. Seperti kisah cintaku, yang semakin dramatis menjelang malam, yang tentu juga dimulai oleh drama di sore hari.

*

Jeruk ini kamu beri padaku di sore tadi. Sore selepas hujan, selepas tawa yang kita bagi.

Jeruk ini, seperti separuh hatimu yang di sini, bertugas menemani malam yang sebentar lagi tidak akan panjang lagi sebab kamu-tahu-tidak-beberapa-tugasku-hari-ini-sudah-selesai-makanya-aku-bisa-menuliskan-ini-untuk-matamu-lalu-sebentar-lagi-aku-menyusul-lelapmu.

Aku memilih menghabisinya di saat kantuk datang menyerang. Aku ingin lihat apa yang bisa aku dan jeruk lakukan bersama untuk dunia ini di malam yang disaksikan purnama.

Lalu, kulit oranyenya porak-poranda kukoyak. Daging buahnya kukunyah dan kutelan dan esok akan menjadi sampah, menyisakan beberapa butir biji yang sebentar lagi bersama kulitnya akan masuk ke tempat sampah.  

Perlahan, terurai semuanya. Sebulat-bulatnya, seutuhnya. Terurai menjadi energi, terurai menjadi vitamin, terurai menjadi kata, terurai menjadi rasa.

Pekerjaanku selesai.


Banyak yang menarik dari sebuah jeruk.
Tiga hal dari jeruk yang bisa dirasakan oleh semua orang: warna terangnya, harum wanginya, rasa segarnya.
Juga satu hal dari jeruk yang hanya bisa dirasakan oleh satu orang: adamu untukku. 
Bagaimana kalau jeruk ini semakin menarikku untuk mendekati adamu?


Pekerjaanku selesai. Rasaku belum pernah menyentuh garis akhir. Jadi kuputuskan akan kubawa kelebihan rasa ini dalam lelapku.   

*

2 komentar:

  1. "Pekerjaanku selesai. Rasaku belum pernah menyentuh garis akhir. Jadi kuputuskan akan kubawa kelebihan rasa ini dalam lelapku. "

    dalam banget di. bisa aja nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trims, Chy! Dalam yang bagian mana, rasa belum menyentuh garis akhir? Soalnya, ia terulur terus. Lalu aku mesti bagaimana? *ihiiiiy :)))

      Hapus